KKB Disebut Menyebar Teror untuk Memecah Belah Persatuan Masyarakat Papua - Stop Fitnah dan Hoax

Breaking

Friday, August 12, 2022

KKB Disebut Menyebar Teror untuk Memecah Belah Persatuan Masyarakat Papua

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi kekerasan demi kekerasan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) berujung tewasnya sepuluh warga di Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, pada Sabtu (16/7/2022).

Insiden ini menambah daftar peristiwa kekerasan di wilayah paling timur Indonesia itu. Khususnya di wilayah-wilayah konflik, termasuk Nduga.

Ketua MPR for Papua Yorrys Raweyai mengatakan, dapat diduga kuat aksi-aksi KKB akhir-akhir ini terfokus pada wilayah-wilayah konflik di Papua yang tidak hanya menyasar Orang Asli Papua (OAP), tapi juga masyarakat umum yang selama ini mencari nafkah sebagai pekerja maupun sebagai pemukim dengan berbagai mata pencaharian lainnya.

Hal itu disampaikannya dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'KKB Papua Kembali Berulah, di mana Kehadiran Negara?' di Media Centre DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (20/7/2022).

"Ada kesan, KKB sedang melancarkan teror dengan menyasar para penduduk yang bukan hanya OAP, tapi juga masyarakat umum, termasuk masyarakat pendatang yang sedang bermukim dan mencari nafkah di Papua," kata Yorrys.

Anggota DPD RI dari Dapil Papua ini juga menyatakan bahwa aksi KKB Pimpinan Egianus Kogoya ini sudah sangat meresahkan dan mengancam keutuhan NKRI.

"Di tengah upaya pemerintah dan masyarakat Papua dalam membangun Papua melalui Otusus Jilid II, Egianus Kogoya dan Anggotanya, memperkeruh tatanan baru yang hendak dibangun bersama-sama," ujarnya.

Lebih lanjut, Yorrys juga menjelaskan bahwa kejadian Nduga ini bukan pertama kali. Belum lagi aksi-aksi sporadis lainnya.

Atas dasar itu, Ketua Komite II DPD RI ini meminta pemerintah melalui aparat yang berwenang secara serius dan konsisten membarangus KKB hingga ke akar-akarnya.

Hal ini mendesak dilakukan dalam rangka menjaga situasi kondusif di Tanah Papua, serta menjamin agar akselerasi perubahan melalui serangkaian kebijakan sebagai turunan Otsus Jilid II dapat berlangsung dengan baik.

"Pemerintah melalui aparat yang berwenang harus mengambil langkah-langkah terukur dan terencana yang mampu mengembalikan kepercayaan publik Papua dan menjamin tatanan kehidupan yang aman dan kondusif dalam merespons teror demi teror yang dilakukan oleh KKB," katanya.

Yorrys menduga KKB sedang memecah-belah kehidupan masyarakat yang berangsur harmonis di Papua.

Sinergi sosial-kemasyarakatan antara masyarakat umum dan OAP hendak dicabik-cabik dengan tujuan membangun suasana kebencian dan permusuhan antarsesama anak bangsa.

Hal ini menjadi bagian dari isyarat perlawanan dan penolakan atas berbagai kebijakan positif pemerintah yang sejatinya mulai berdampak baik bagi masyarakat Papua.

"Saya menduga, aksi-aksi KKB sedang memecah-belah persatuan dan kesatuan masyarakat Papua dalam bingkai NKRI. Tanpa tindakan tegas dari pemerintah, sinergi sosial-kemasyarakatan yang terjalin selama ini akan menyusut dan boleh jadi berubah menjadi kebencian dan permusuhan antarsesama warga," ujarnya.

Di kesempatan yang sama, Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno berpandangan masalah Papua harus diselesaikan secara komprehensif, bukan hanya dengan pendekatan angkat senjata.

"Hal ini perlu, usaha-usaha pemerintah melakukan bukan hanya pendekatan ekonomi tetapi kultural hingga agama. Ini perlu kita dukung agar pemerataan pembangunan akses pendidikan terus berjalan. Sehingga ada masyarakat Papua yang ready ke dunia ternaga kerja dan ini harus dilakukan secara berkesinambungan," ujar Dave.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani berpendapat, masalah di Papua harus dilakukan lewat pendekatan hukum bukan semata-mata militer.

Sebab, menurut Arsul Papua dengan segala kompleksitas sosial demografinya harus mengedepankan pendekatan penanganan konflik sistematis.

"Harus diakui menyelesaikan Papua jauh lebih rumit ketimbang Aceh bahkan Timor-timor. Pendekatannya hukum bukan militer," ucap Arsul.

Bukan kali pertama, sebelumnya pada 2018 silam, aksi kekerasan di Nduga menewaskan 17 orang pekerja Istaka Karya yang sedang membangun proyek jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, serta puluhan orang lainnya di nyatakan hilang.

No comments:

Post a Comment