PBNU Dukung Pembaruan RUU KUHP - Stop Fitnah dan Hoax

Breaking

Monday, August 15, 2022

PBNU Dukung Pembaruan RUU KUHP

 

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozi atau Gus Fahrur menyampaikan, Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang saat ini dimiliki dan digunakan untuk menegakan hukum pidana di Indonesia adalah peninggalan Belanda yang diterjemahkan dari Kitab Belanda Het Wetboek van Strafrecht.

 

Kitab yang sudah berumur seratus tahun lebih ini sudah kurang relevan dengan perkembangan zaman dan kondisi masyarakat Indonesia.

"Oleh karena itu, pembaruan dan perubahan adalah keniscayaan agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat Indonesia saat ini," katanya kepada TIMES Indonesia, Kamis (11/8/2022).

 

Ia menyampaikan, dalam pembuatan kitab hukum pidana, tidak ada satu negara di dunia yang membuat kitab hukum pidana negaranya dalam waktu singkat. Apalagi lanjut dia, membuat KUHP di negara heterogen, multi etnis, multi religi dan multi kultural seperti Indonesia bukanlah hal yang mudah.

 

 Ia menjelaskan, pembahasan pembaruan KUHP sudah melalui jalan panjang, dari tahun 1963, telah melalui pergantian 7 presiden dan 15 penegak kehakiman. Selama 59 tahun, para perumus atau penyusun rancangan pembaruan KUHP ini pastinya telah melibatkan para ahli dan pakar hukum di Indonesia.

 

 

"Adanya perubahan atau RUU KUHP ini pada dasarnya untuk membuat produk hukum yang sesuai dengan kondisi perkembangan masyarakat saat ini. Untuk mengisi kekosongan beberapa pelanggaran/norma hukum sehingga dapat menjamin perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat," jelasnya.

Ia pun mengajak, agar masyarakat berikan dukungan pada lembaga legislatif untuk dapat menyelesaikan rancangan KUHP yang baru. Dengan tetap mengakomodir berbagai kritik dan saran masyarakat.

 

 

Menurutnya, PBNU mendukung pembaruan atau RUU KUHP untuk mengisi kekosongan substansi produk hukum sebelumnya sehingga berkedudukan untuk menyempurnakan hukum kenegaraan demi menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat.

"Jika terdapat hal–hal yang masih perlu diperbaiki dalam RUU KUHP, bisa ditempuh melalui legislative review atau Judicial review. Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah cukup bagus, jika ada materinya yang dinilai tidak cocok nanti bisa diperbaiki sambil berjalan. Hukum bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan TIMES Indonesia,

Pakar menyarankan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tidak tergesa-gesa. Salah satunya hal itu diutarakan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar

Hal tersebut dia sampaikan pada Debat RKUHP: Merdeka Bersuara yang disiarkan secara virtual oleh kanal YouTube Najwa Shihab.

 

"Saya selalu khawatir ada semacam konklusi mendahului analisis. Jadi, sudah ada semacam konklusi duluan," kata Zainal Arifin Mochtar dikutip dari Antara.

Ia mencontohkan, apabila RKUHP dianggap atau diistilahkan sebagai sebuah kado jelang Hari Ulang Tahun atau HUT Ke-77 RI, sama halnya dengan adanya konklusi mendahului analisis.

Padahal kata dia, yang paling penting adalah proses dari pembahasan RKUHP itu sendiri ketimbang memikirkan aspek konklusi. Pasalnya, jangan sampai penyusunan RKUHP malah terkesan terburu-buru.

Kata dia, terdapat beberapa undang-undang saat ini yang disusun secara tergesa-gesa. Bahkan, khusus RKUHP, The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menemukan pasal-pasal yang masih perlu pembahasan bersama. "Kalau buru-buru harus 17 Agustus 2022 sudah disahkan, saya pikir itu ugal-ugalan," jelasnya.

 

 

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menepis target pengesahan RKUHP pada tanggal 17 Agustus 2022. "'Masa sidang baru dibuka pada tanggal 16 Agustus, masa sehari langsung disahkan," katanya.

Ia menjelaskan, pemerintah dan DPR RI masih memiliki waktu dua kali masa persidangan untuk mengesahkan RKUHP. Masa sidang pertama akan dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus hingga 4 Oktober, dan masa sidang kedua awal November sampai dengan pertengahan Desember 2022.

Ia menyampaikan, fokus pembahasan RKUHP pada tahun 2022 bukan tanpa alasan. Pemerintah dan DPR RI khawatir pada tahun 2023 yang sudah masuk tahun politik bisa berdampak pada pembahasan. Oleh karena itu, RKUHP ditargetkan menjadi undang-undang pada tahun 2022.

 

Menurutnya, secara umum, tidak ada satu pun negara yang ketika lepas dari koloni bisa membuat KUHP dengan cepat. Contoh, sewaktu Belanda lepas dari jajahan Prancis membutuhkan waktu 70 tahun dengan kondisi yang homogen. Jika dibandingkan Indonesia yang heterogen, waktu 59 tahun dinilai Wamenkumham bukan waktu yang terlalu lama. (*)

 

 

 

No comments:

Post a Comment