Mewaspadai Kelas Online Disusupi Paham Radikal - Stop Fitnah dan Hoax

Breaking

Wednesday, July 1, 2020

Mewaspadai Kelas Online Disusupi Paham Radikal


Pandemi Covid-19 telah membuat acara seminar ataupun workshop berubah menjadi pertemuan secara virtual. Acara ini kerap disebut webinar atau kelas online. Hal tersebut rupanya dimanfaatkan pula oleh kelompok radikal untuk menyebarkan pemahamannya.
            Propaganda kelompok radikal saat ini menyebar dan membawa kesejukan bagi kelompok masyarakat tertentu, terutama kelompok anak muda dan mahasiswa yang masih mengalami kegalauan dan kerisauan tentang jati diri mereka. Apalagi kelompok ini kebanyakan masih lemah secara ekonomi, yuridis dan politis (kekecewaan dengan sistem demokrasi).
Kekecewaan masyarakat ini diakibatkan oleh adanya politisi yang hanya mengumbar janji-janji palsu, sehingga masyarakat korban politik ini menjadi sasaran kelompok radikal untuk membangun imagined community yang menampung kekecewaan masyarakat yang kecewa dengan demokrasi untuk melawan pemerintahan resmi.
Penampungan kekecewaan ini tentu saja dipermudah dengan adanya internet dan media sosial. Sikap kekecewaan kepada pemerintah rupanya berdampak pula pada tumbuhnya sikap skeptis kepada identitas negara.
KH Khariri Makmun Lc, MA selaku Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) mengatakan,  agar masyarakat tetap mewaspadai adanya kelas-kelas online radikalisme yang tumbuh pada masa kini.
Dirinya menilai agar BNPT perlu mengawasi pergerakan kelompok radikal terutama di media online. Karena saat ini dengan adanya aplikasi zoom, mereka bisa saja membuat kelas-kelas online untuk menyebarkan pemahaman mereka.
Hal tersebut mengingat pesatnya perkembangan teknologi yang semakin memudahkan dalam melakukan komunikasi dan penyebaran informasi.
Alumni Universitas Al-Azhar Kairo tersebut mengatakan, dulu kelompok-kelompok radikal tersebut belajar lewat internet secara mandiri melalui google, maka kini sudah dapat menggunakan guru melalui kelas online.
Peraih gelar Master dari Universitas Ulum Islamiyah Wal Arabiyah Damaskus, Syria ini pun menyampaikan pentingnya moderasi beragama untuk memberi ruang kepada orang lain yang berbeda pemahaman atau berbeda agama.
Ia juga mendorong pemerintah untuk terus mengerahkan upaya dalam mencegah persebaran paham radikal di tengah kemajuan teknologi.
Mantan Rais Syuriah di Jepang periode 2004-2006 ini menilai, ketika seseorang bisa memahami agamanya dengan baik, maka secara otomatis orang tersebut akan bisa menerima Pancasila itu dengan benar. Hal ini mengigat bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila selaras dengan ajaran Islam.
Masalahnya kelompok radikal tersebut mengalami permasalah dalam hal pemahaman ajaran agama, sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks politik dan bernegara, ada sesuatu yang miss dari pemahaman mereka. Inilah yang kemudian memunculkan bibit intoleransi, radikalisme bahkan terorisme.
Selain itu, paham radikal merupakan suatu ajaran pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran Agama Islam. Adanya pemikiran yang menyimpang tersebut disebabkan karena adanya pemahaman yang tidak sempurna dan tidak mendalam.
Pemahaman akan pancasila haruslah digaungkan secara luas, bahwa Pancasila adalah ideologi negara yang sudah final dan selaras dengan apa yang diajarkan oleh Islam.
Dalam sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, sila ini merupakan cermin dari tauhid. Kemudian sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab dimana dalam Islam berarti al-insaniyah.
Kemudian sila persatuan Indonesia yang di dalam Al-Qur’an disebut wa’tasimu bihabillahi jami’an wala tafarraqu yang artinya kita bersatu janganlah tercerai-berai.
Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam Al-Qur’an disebut asy-syura yang artinya musyawarah. Dan kelima sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana Al-Qur’an menyebutkan al-adalah yang artinya keadilan.
Pemahaman tersebut tentu saja menunjukkan bahwa rumusan-rumusan Pancasila sudah selaras dengan tujuan-tujuan agama. Sehingga nilai-nilai pancasila haruslah dipertahankan sebagai ideologi negara yang tidak perlu dibenturkan dengan nilai agama, karena sejak awal pancasila dirumuskan, founding father Indonesia telah mendapatkan kesepakatan dari para ulama.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Yusnar mengatakan, agar umat muslim di Indonesia dapat kembali memunculkan keramahtamahan yang dimiliki masyarakat Indonesia. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar sesama warga bangsa ini terhadap bangsa lain.
Kekecewaan terhadap pemimpin negara, bukan berarti kita membenci pada ideologi dan dasar negara. Karena NKRI dan Pancasila sudah final dan tidak bisa diganggu gugat.

No comments:

Post a Comment