Riset dan Inovasi Masuk RUU Omnibus Law, Bukti Pemerintah Dukung Penelitian - Stop Fitnah dan Hoax

Breaking

Sunday, March 1, 2020

Riset dan Inovasi Masuk RUU Omnibus Law, Bukti Pemerintah Dukung Penelitian


JAKARTA- Penerapan Omnibus Law dinilai sangat bermanfaat untuk menghilangkan tumpang tindih antar Peraturan Perundang-undangan (PUU), efisiensi proses perubahan atau pencabutan PUU serta menghilangkan ego sektoral. Apalagi, saat ini terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang menggambarkan kompleksitas regulasi di Indonesia. 
Karena itu, Omnibus Law hadir sebagai strategi reformasi regulasi bertujuan agar penataan dilakukan secara sekaligus terhadap banyak Peraturan Perundang-undangan. Pernyataan demikian disampaika  Ketua Umum Ikata Keluarga Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Irnanda Laksanawan dalam Diskusi Perhimpunan Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (Himpuni) Seri 5 bertajuk “Dukungan Riset & Inovasi” di Sekretariat PP IKA ITS, Jakarta Pusat.
Adapun Riset & Inovasi merupakan satu dari 11 kluster yang tengah dibahas dalam RUU Omnibus Law.

“Dukungan riset dan inovasi meliputi pengembangan ekspor dan penugasan BUMN maupun swasta dari pemerintah,” jelas Irnanda yang juga menjabat anggota Dewan Riset Nasional ini.
Sebelumnya, Wakil Sekjen Hukum dan Advokasi PP IA ITB Sari Wahjuni menyebut bahwa dalam RUU Omnibus Law di bidang dukungan riset dan inovasi, hanya UU BUMN yang diubah, yakni Pasal 6 UU nomor 19 tahun 2003. UU tersebut direvisi dan membuat pemerintah dapat melakukan penugasan khusus kepada BUMN untuk pemanfaatan umum, riset, pengembangan, dan inovasi untuk kepentingan pemerintah.
Dalam dunia universitas, kata Sari, penelitian dan penemuan akan menjadi sesuatu yang penting untuk kemajuan negara, perlu dikembangkan dan tidak hanya disimpan. Pengaturan dalam RUU Omnibus law menunjukan bahwa pemerintah memberikan dukungan terhadap penelitian. 
Misalnya adanya pengaturan mengenai dibolehkannya pemasukan benih dari luar negeri dalam hal pertanian, mengembangkan skema kerja sama antara institusi penelitian dan pengembangan dan seluruh pemangku kepentingan jasa konstruksi.
“Maka untuk selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah peraturan pelaksanaan dari RUU ini, mengingat banyak bidang usaha mulai dari kawasan hutan, perkebunan, arsitektur, peternakan, yang dalam perizinan usahanya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah,” ujar dia.
Dia menyebut, dalam membuat badan usaha atau pun industri, misalnya, diperlukan perizinan yang cukup banyak. Ada yang memang diperlukan dan kadang menghambat. Pemerintah telah membuat OSS untuk mempersingkat waktu pembuatan PT. 
“Dalam kenyataannya sistem ini masih mengalami kendala dan banyak PT yang belum menyesuaikan dengan peraturan ini. Jangan sampai perlindungan hukum hanya untuk investor, tapi juga harus menyentuh masyarakat, misalnya Amdal. Itu harus tetap diperhatikan,” tandasnya.
Riset dan Inovasi untuk Menyerap Tenaga Kerja
Sementara itu, Wakil Ketua Umum IA-ITB Dwi Larso menyebut bahwa belanja riset dan pengembangan Indonesia masih rendah, baik oleh pemerintah, kalangan industri maupun perguruan tinggi. Indonesia masih beada di bawah Filipina, Malaysia, Vietnam dan Thailand. 
Karenanya, dia mengajak masyarakat untuk kembali pada maksud dibuatnya UU, yakni instrumen untuk mencapai visi misi. Ujungnya harus makin banyak usaha yang dimunculkan. “Saya lebih senang pakai istilah cipta usaha, tidak melulu kerja. Ada penta helix, atau sinergi antara pemerintah, industri dan perguruan tinggi,” ucapnya.
Dia juga membabar strategi untuk mengantisipasi banjir demografi supaya angkatan kerja manusia Indonesia bisa terserap dengan baik. Pasalnya, menilik pada pemberitaan beberapa media, masih banyak pengangguran yang berasal dari lulusan SMA dan SMK.
Menurut Dwi Larso yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik President University ini, diperlukan langkah strategis untuk memenuhi target wirausaha baru. Dalam setahun ada lulusan SMA dan sederajat sebanyak 3,5 juta jiwa. Kurikulum dan ekosistem kewirausahaan diperlukan agar menghasilkan wirausaha baru.
Untuk mencapainya, Larso merekomendasikan supaya BUMN dimanfaatkan untuk menciptakan bisnis atau start up baru sebagai angel atau venture capital. Anak-anak usaha BUMN yang menghambat bisnis baru ini juga perlu ditinjau ulang.
“Contohnya di Amerika ada SBA atau Small Business Administration untuk pengembangan usaha baru dan bisnis kecil. Fungsi ini fleksibel untuk ditempatkan pada lembaga-lembaga yang sudah ada, seperti Kemendikbud atau Kemenkop-UKM. Dan fungsinya dijalankan secara otonom oleh lembaga atau badan baru,” kata dia memberi contoh.
Larso menambahkan, fungsi ini akan menjadi program yang terstruktur, sistematis dan masif dalam menciptakan wirausaha baru, sekaligus menambah jumlah wirausaha baru secara signifikan dari program yang sudah ada, antara lain di sektor perindustrian, kominfo dan parekraf.






No comments:

Post a Comment