Inkonsistensi Pimpinan KPK Menjadi Contoh Buruk Pejabat Negara - Stop Fitnah dan Hoax

Breaking

Thursday, September 26, 2019

Inkonsistensi Pimpinan KPK Menjadi Contoh Buruk Pejabat Negara

Inkonsistensi Pimpinan KPK Menjadi Contoh Buruk Pejabat Negara
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengatakan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupi (KPK) sebagai pejabat negara harus mengutamakan kewajibannya.
Dia pun mengkritik sikap tiga pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif dan Saut Situmorang terkait penyerahan mandat kepada Presiden. Hal itu kata dia merupakan contoh buruk yang tengah dipertontonkan kepada masyarakat.
Seperti diketahui, dua pimpinan KPK mengembalikan mandat dan satu menyatakan mundur, namun kemudian  justru ditarik kembali oleh mereka. Sofian menilai sikap tiga pimpinan KPK itu tidak baik, dan bentuk dari inkonsistensi.
Kawan-kawan di KPK itu kan pejabat negara statusnya. Karena itu sebenarnya pejabat negara itu lebih mengutamakan kewajibannya sebagai pejabat negara. Artinya, kurang baik kalau ada pejabat negara mundur, kecuali kalau dia kecewa berat,” kata Sofyan kepada wartawan, Rabu (25/9/2019).
Menurutnya, harus dipelajari dulu apa apa motif mereka hingga mengundurkan diri namun tidak jadi. Dia pun menilai adanya kekecewaan karena kurang dibela oleh masyarakat.
Atau kurang dibela oleh pimpinan-pimpinan negara itu. Tetapi sekarang tidak jadi mundur kan? Memang itu lebih baik kalau mereka tidak mengundurkan diri, dalam arti menghargai tanggungjawabnya,” katanya.
Oleh karena itu dia meminta pimpinan KPK jangan terlalu mudah menyatakan mundur diri. Sebab hal itu tindakan yang sungguh tidak terpuji.
Sebelum menyatakan mengundurkan diri dipikirkan dulu baik-baik, ya sebaik-baik kita selesaikan tugas sampai selesai. Itu tindakan yang terpuji menurut saya. Kan kacau negara kalau pejabat negara kecewa sedikit langsung mengundurkan diri,” ujarnya.
Sementara itu, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai, sikap pimpinan KPK yang maju mundur juga sebagai contoh buruk komunikasi dan kematangan pemikiran.
Seharusnya, kata dia, selaku pejabat negara, para pimpinan KPK dapat mengedepankan komunikasi, serta berpikir terlebih dahulu secara matang sebelum bertindak.
Mereka ini offside, terlalu baper. Pejabat negara harusnya tidak boleh begitu, mikir dulu baru ngomong,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak salah jika ada pihak yang menilai bahwa keberadaan pimpinan KPK dan segala keputusannya menjadi tidak legitimate, pascapernyataan dan sikap tersebut dilakukan.
Secara moral etika, lanjutnya, jika para pimpinan KPK yang menyatakan mundur dan menyerahkan mandat, ingin menuntaskan masa jabatannya, maka perlu memberikan penjelasan tegas.
Saya lihat mereka tetap ingin mempertahankan jabatannya sampai akhir. Untuk itu, alangkah baiknya jika mereka meminta maaf ke publik, kalau mereka memang masih mau bertahan,” ucapnya.
Sementara Pengamat politik dari FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai sikap pimpinan KPK yang menyerahkan tanggung jawab pengelolaan kepada Presiden sebagai bentuk pengunduran diri secara tidak langsung.
Mereka secara tidak langsung sebenarnya ingin mengundurkan diri atas kekisruhan ini,” katanya.
Menurutnya, mereka memilih menggunakan bahasa-bahasa satire yang sebenarnya merupakan ekspresi kekecewaan pimpinan KPK. Namun kata dia, hal itu bisa dianggap mengkhianati amanah dan kepercayaan karena masa jabatannya baru habis Desember 2019.
Kan baru terjadi sekarang, komisioner menyerahkan segala kewenangan dan keputusan kepada Presiden,” katanya.



No comments:

Post a Comment