Awas Jangan Sebar Hoax-Ujaran Kebencian! Ini Tahapan Polri Telusuri Grup WA - Stop Fitnah dan Hoax

Breaking

Wednesday, June 19, 2019

Awas Jangan Sebar Hoax-Ujaran Kebencian! Ini Tahapan Polri Telusuri Grup WA




Jakarta - Polri menegaskan akan menggalakkan patroli siber terkait maraknya hoax atau berita bohong, juga ujaran kebencian. Siapa saja yang terbukti menyebar hoax dan ujaran kebencian, bisa dijerat pidana.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, patroli ini tidak hanya dilakukan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, namun juga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

"Kegiatan patroli siber itu ada dua hal yang dilakukan, pertama adalah pencegahan atau mitigasi terhadap akun-akun yang menyebarkan konten-konten hoax, kemudian ujaran kebencian, kemudian provokatif, dan berbau SARA," kata Dedi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2019).

Selain media sosial, Polri juga bisa sampai menelusuri grup WhatsApp (WA). Dedi mengatakan, Polri tentu tidak sembarangan menelurusi grup WA, melainkan ada dasar yang kuat. Tahapan awal, Polri dan Kominfo melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar tidak menyebar hoax dan ujaran kebencian. Setelah itu, jika ada yang melanggar, penegakan hukum akan dilakukan.

"Ketika upaya-upaya mitigasi, pencegahan secara maksimal sudah dilakukan, dan akun-akun yang sudah dipantau itu terus melakukan semburan-semburan, berita-berita, atau konten-konten hoax maka dilakukan penegakan hukum. Dalam penegakan hukum tentunya penyidik akan menggali dari alat bukti yang diduga digunakan oleh pelaku. Sebagian besar pelaku ini menyebarkan berita hoax itu dengan menggunakan media sosial dulu, Baik Facebook, Twitter, maupun media sosial lainnya," ucapnya.

"Dari media sosial itu rekam jejaknya itu nanti akan digali oleh penyidik melalui Laboratorium Forensik Digital. Anda menyebarkan konten-konten hoax itu dengan menggunakan alat apa? Handphone misalnya, PC misalnya, komputer lainnya misalnya, itu akan digali," sambung Dedi.

Dedi mengumpamakan, semisal ada seorang tersangka yang menyebarkan konten berisi hoax dan ujaran kebencian menggunakan handphone, maka handphone itu akan didalami di Laboratorium Forensik Digital. Dari situ, Polri bisa mencari tahu seperti apa rangkaian atau jejaring penyebaran hoax atau ujaran kebencian tersebut.


Jika hoax dan ujaran kebencian itu tidak hanya disebar tersangka melalui media sosial, tapi juga grup WA, Polri akan memantau grup WA ini. Di sini lah Polri akan mulai memantau grup WA yang terkait dengan tersangka. Dedi meluruskan bahwa bukan seluruh grup WA akan dipantau Polri, melainkan yang terkait dengan kasus hukum.

"Dari WA-WA grup itu dilihat juga, didalami juga, dianalisa juga, dari WA-WA grup ini siapa yang biasa menyebarkan (hoax dan ujaran kebencian-red). Bisa dimintai keterangan dia sebagai saksi maupun juga dia kalau misalkan menyebarkan secara berulang dan jumlahnya cukup signifikan sampai ratusan bahkan ribuan bisa diduga yang bersangkutan juga ikut sebagai buzzer. Di situ yang dilihat itu adalah penyebarannya ketika barang bukti handphone tersangka yang awalnya itu didalami penyidik," kata Dedi.

"Jadi nggak ada kita melaksanakan kegiatan patroli WA. Kalau kita melaksanakan patroli WA, nggak mungkin juga. Nggak mungkin juga kita cukup tenaga, cukup teknologi untuk memantau seluruh WA yang dimiliki oleh hampir 150 juta manusia Indonesia yang menggunakan alat komunikasi berupa handphone. Itu 150 juta (orang). Tapi pengguna handphone aktif sekarang ini sudah 330 juta manusia di Indonesia. Artinya satu orang itu lebih dari menggunakan 1 atau 2 handphone. Itu impossible untuk kkta lakukan," sambungnya.

Dedi menegaskan, tidak benar bahwa Polri akan memantau seluruh grup WA di Indonesia. Grup WA yang dipantau dan ditelusuri hanya yang terkait dengan orang yang sudah menjadi tersangka penyebaran hoax dan ujaran kebencian.

"Iya, ketika sudah jelas tersangkanya. Tersangka penyebarnya. Tersangka penyebarnya itu salah satu alat buktinya adalah menggunakan fasilitas sarana handphone yang digunakan untuk melakukan viralisasi terhadap konten-konten yang bersifat hoax, ujaran kebencian, provokatif dan lain sebagainya," ucapnya.
(hri/fjp)

No comments:

Post a Comment